Dengan tetangga lama yang sudah seperti kakak sendiri |
Beberapa hari yang lalu, saya terlibat dalam video call dengan seorang tetangga lama. Awalnya, saya hanya ingin bertukar kabar dan bernostalgia tentang masa-masa kami bertetangga. Namun, percakapan itu membawa saya pada refleksi mendalam yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Tetangga saya ternyata baru saja menjalani operasi untuk mengangkat saraf di kakinya yang mati akibat diabetes. Kakinya diperban sampai lutut. Melihat kondisinya yang sekarang, tubuhnya yang ringkih, dan wajahnya yang tetap berusaha tersenyum meski jelas terlihat rasa sakitnya, saya tidak bisa menahan air mata.
Tangis Takut dan Bayang Kematian
Saya menangis, bukan hanya karena melihat kondisinya yang memprihatinkan, tetapi juga karena ketakutan. Ketakutan andai saya berada di posisinya. Bayang-bayang kematian terasa begitu nyata, menghantui pikiran saya.
Saya tidak pernah menyangka bahwa percakapan sederhana ini akan menjadi tamparan keras untuk diri saya sendiri. Tetangga saya berkata dengan suara tercekat, “Diabetes ini kan penyakit gaya hidup, aku wis ngurangi mangan gulo tapi yo tetep koyo ngene.” Duuh, kalimat itu terus terngiang di kepala saya.
Janji Hidup Sehat yang Sering Saya Langgar
Setelah video call itu, saya merenung. Saya sadar betapa seringnya saya melanggar janji kepada diri sendiri untuk hidup sehat. Saya pernah berjanji untuk rutin olahraga, tetapi konsistensi itu sering kali kalah oleh kemalasan. Saya masih sering menyeruput kopi favorit saya meskipun tahu sakit pinggang saya kerap kambuh setelahnya.
Yang lebih parah, niatan saya untuk mencoba puasa intermiten fasting 12 jam sering kali gagal. Padahal, rencananya sederhana: berhenti makan setelah jam 7 malam, minum air putih, kopi, atau teh tanpa gula, dan baru makan lagi pukul 12 siang. Tapi tetap saja, godaan nasi goreng atau camilan tengah malam selalu menang.
Refleksi dan Motivasi untuk Berubah
Pengalaman video call itu menjadi momen refleksi yang begitu kuat bagi saya. Saya menyadari bahwa hidup sehat bukan sekadar wacana atau tren, tetapi sebuah kebutuhan. Kesehatan adalah anugerah yang sering kali kita abaikan hingga akhirnya terlambat. Jika tetangga saya bisa memilih ulang, saya yakin ia akan mengambil setiap kesempatan untuk menjaga tubuhnya agar tetap sehat.
Ketakutan saya berubah menjadi motivasi. Saya tidak ingin menunggu hingga tubuh saya memberi sinyal bahaya seperti yang dialami tetangga saya. Saya ingin mulai menjalani hidup sehat dengan lebih serius. Tidak lagi mencari alasan untuk menunda olahraga, mengurangi asupan gula, dan menjalani pola makan yang lebih teratur. Saya ingin menjadikan puasa intermiten fasting sebagai langkah kecil yang bisa saya lakukan secara konsisten.
Akhir Kata
Hidup sehat memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Video call dengan tetangga lama saya telah menjadi titik balik dalam hidup saya. Saya belajar untuk tidak lagi menunda-nunda, karena waktu terus berjalan dan tidak pernah menunggu. Sebelum terlambat, mari kita mulai dari hal-hal kecil. Karena pada akhirnya, kesehatan adalah investasi terbaik yang bisa kita berikan untuk diri sendiri dan orang-orang yang kita cintai.
Komentar
Posting Komentar