Kusta Bukan Dosa. Berikut Perspektif dari Sisi Agama


Kebanyakan orang menarik diri setiap mendengar kata penyakit kusta. Kecacatan yang nampak pada tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat. Sehingga tanpa disadari muncul perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta. 

Secara kasat mata orang yang menderita kusta terlihat menyeramkan. Kulitnya bersisik dan ada bercak kemerahan mirip penyakit kulit kadas atau bercak putih seperti panu. Bercak ini bukan hanya ada satu tapi bisa menyebar ke seluruh bagian tubuh. Orang dengan kusta juga tidak punya alis dan bulu mata lagi secara permanen. 

Di tahap serius penderita kusta jarinya bengkok, memendek atau bahkan terputus, kehilangan tulang hidung, kelopak mata tidak menutup (lagoftalmos) hingga kebutaan. Hal tersebut terjadi karena mati rasa pada saraf tepi yang menyebabkan kelumpuhan. 

Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman kusta [Mycobacterium Leprae] yang terutama menyerang kulit dan syaraf. 

Meskipun penyakit ini menular tapi tidak mudah menular. Jadi tidak perlu takut. Masa inkubasi hingga penularan memakan waktu tidak sebentar. Bisa bertahun-tahun lamanya. 

Sebagian besar masyarakat meyakini orang yang terkena kusta adalah orang yang terkena kutukan,  kena guna-guna, atau akibat dosanya. Sehingga dia harus menebus karma yang diterimanya dengan menderita penyakit tersebut. 

Betul sekali penyakit kusta adalah penyakit yang sudah dikenal lama. Bahkan sejak era sebelum Masehi diiperkirakan kusta atau lepra teridentifikasi pertama kali pada 600 SM. 

Kusta dalam Perspektif Agama 

Dalam talkshow Ruang Publik bertajuk "Kusta Dalam Perspektif Agama" yang digelar NLR Indonesia dengan KBR di siaran live YouTube pada 8 Mei 2023 lalu, dr. Muhammad Iqbal Syauqi seorang dokter umum yang berpraktek di RS Aisyah Malang memaparkan mengenai bukti kasih sayang Rasulullah SAW terhadap penderita kusta. Ada sebuah hadis yang mengajarkan doa secara khusus untuk menghindari lepra atau kusta.

Tak hanya itu dr Syauqi juga menceritakan bahwa Nabi juga pernah membaiat penderita kusta, bahkan makan bersama. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa Nabi SAW tidak  pernah mengucilkan penderita kusta. Kalau betul penderita kusta sedang menebus dosanya namun kenyataannya beliau terbukti tidak mendiskriminasi penderita kusta. 

Namun begitu, Rasullah SAW tahu bahwa penyakit ini berbahaya. Karena itu, seperti juga diriwayatkan sejumlah hadis, lebih baik menghindari orang yang terkena penyakit berbahaya, jika berisiko tertular.

Hal senada disampaikan pendeta  (Emeritus) Corinus Leunufna. Beliau mengakui bahwa di dalam agamanya juga disebutkan jelas mengenai penyakit kusta. 

"Dalam Alkitab banyak buku berbicara tentang kusta tapi saya mencatat dari banyak buku yang berbicara tentang kusta itu ada 8 kitab. Pembicaraan itu kuat sekali bahkan disebut sampai 23 kali di dalam Alkitab. Itu berarti jumlah yang luar biasa," Papar pendeta Corin. 

Beliau melanjutkan dari dalam kitab diyakini kusta adalah kutukan Tuhan, baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru. Pada saat itu orang yang menderita kusta dihindari. Mereka ditinggalkan dan tinggal sendirian di kuburan-kuburan dan gua-gua. Kalau diberi makan biasanya makanannya diikat dengan tali yang kemudian diturunkan ke dalam gua untuk diambil orang yang menderita kusta. Talinya pun dibuang. Jangan sampai disentuh lagi. Supaya penyakitnya tidak menjalar kemana-mana. 

Siapapun bisa terkena Kusta 

Penyakit kusta bukan dosa. Bukan kutukan. Siapapun bisa tertular. Sebagai contoh Nabi Ayub pun menderita penyakit kusta meski akhirnya bisa sembuh. Dengan penuh kesabaran istrinya dengan setia merawat Nabi Ayub sampai sembuh dari penyakit kulitnya. 

Hal ini membuktikan bahwa orang yang dipercaya mendapat wahyu dari Allah SAW sekalipun seperti Nabi Ayub AS bahkan pemuka agama bisa tertular. Seperti yang terjadi pada pendeta (Eemeritus) Corinus Leunufna. 

Beliau mengisahkan sewaktu dirinya terdiagnosa kusta ia merasa dunia seolah runtuh. Keluarga menjauh. Jemaah gereja pun satu demi satu menghindar. 

Awalnya beliau merasakan ada gejala mati rasa pada kaki. Ia masih ingat betul pertama kali berobat tanggal 16 juni 2016. Setelah diperiksakan di Puskesmas, dokter mendiagnosa dirinya terinfeksi kusta dan dinyatakan sembuh setelah minum obat satu tahun penuh.

Tantangan Kusta masih menjadi PR besar pemerintah

Sampai saat ini penyakit kusta masih ditakuti oleh sebagian besar masyarakat. Keadaan ini terjadi karena pengetahuan yang kurang, pengertian yang salah, dan kepercayaan yang keliru tentang penyakit kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya.

Dari pembahasan dalam talshow ini kita perlu mewaspadai bahaya penyakit kusta dan dampaknya. Karena ternyata Indonesia menjadi penyumbang kusta ke-3 di dunia. Hal ini menjadi PR besar pemerintah mengingat stigma terhadap penyakit ini masih sulit dihilangkan.

Menurut dr. Syauqi, penyakit menular ini dapat disembuhkan dengan terapi obat teratur yang bisa didapati gratis di puskesmas. 

Jadi tidak perlu menghindar bila bertemu dengan penderita kusta. Mereka sedang berjuang untuk sembuh. Meniru sikap Rasulullah ada baiknya kita tetap mengasihi dan bersikap sewajarnya saja. Namun tetap berhati-hati. 






 

Komentar