Kartini Milenial Go Ekspor, demikian tema acara peringatan Hari Kartini yang dihelat BNI pada 19 April 2022 lalu yang saya hadiri bersama teman-teman Blogger. Acara yang digelar di Gedung SMESCO Jakarta bertujuan mendukung perempuan-perempuan Indonesia yang hebat sekaligus mendukung gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia dan memperkenalkan keanekaragaman Indonesia dalam event G20 pada November 2022 di Bali.
Yup, tema ini sangat relevan mengingat tanggal 21 April kita peringati sebagai hari besar nasional untuk mengenang hari lahir Kartini. Kita mengenal beliau sebagai sosok pahlawan yang memperjuangkan emansipasi wanita.
Flashback saja, saat itu sebagian besar perempuan hanya berkutat di dapur, sumur dan kasur. Beruntung Kartini. Menyandang gelar bangsawan membuatnya bisa mendapatkan peluang untuk bersekolah tinggi dan bertemu orang-orang penting.
Banyak pemikiran dan curahan hatinya dituangkan dalam surat-surat yang dikirimkan kepada sahabat penanya. Namun siapa sangka bisnis online sudah diperkenalkan ibu Kartini.
Sebuah fakta yang sangat membuat saya takjub. Melalui pigura yang terpajang di museum RA Kartini tersemat surat sahabat pena yang kagum dengan hasil rajutan karya Kartini. Ia berminat membeli dan meminta Kartini mengirimkan ke negaranya sekaligus dengan ongkos kirimnya.
Luar biasa! Tidak disangka ya, selain bisnis online rajutannya tersebut Kartini juga dikenal aktif dengan bisnis offline-nya yang mengangkat kegiatan ekonomi di desanya melalui kerajinan ukir-ukiran Jepara hingga ke Eropa.
Mengenal Kartini Masakini
Ibu Kartini adalah salah satu contoh sosok perempuan hebat pada masanya. Beruntung dalam acara ini saya diajak mengenal dua sosok Kartini Milenial yang telah berjuang mengangkat peran perempuan. Siapa mereka? Kenalan yuk!
1. Aling Nur Naluri Widianti
Aling Nur Naluri Widianti |
Ide mendirikan Salam Rancage berawal dari keprihatinan melihat banyaknya sampah di sekelilingnya. Demi mewujudkan kontribusinya pada pelestarian lingkungan dan pemberdayaan perempuan terbersit ide memperluas bank sampah yang sudah ada dari sekolah alam yang didirikannya. Sayangnya rencana ini kurang sukses hingga muncul ide untuk mendaur ulang sampah agar punya nilai jual tinggi.
Salam Rancage menjadi nama label kerajinan tangan dari limbah koran yang didirikannya. Salam adalah singkatan dari sekolah alam. Rancage artinya terampil dalam bahasa Sunda. Maka Salam Rancage punya arti sekolah alam yang trampil.
Salam Rancage memproduksi aneka kerajinan tangan untuk dekorasi rumah hingga souvenir dari lilitan koran yang dianyam seperti rotan. Yang bikin unik, pengrajinnya merupakan para ibu rumah tangga yang tinggal di bantaran kali kampung Sindangsari Bogor Utara yang juga aktif memelihara lingkungannya.
Pelan tapi pasti, kampung tempat tinggal mereka tidak lagi kumuh. Ada banyak sekali perubahan nyata bagi lingkungannya. Bahkan mereka juga mendirikan pasar Dongko. Pasar ini hanya buka sebulan sekali di awal bulan yang menjual hasil kebun warga untuk umum.
Lucu ya namanya Dongko. Dongko kalau dalam bahasa sunda artinya membungkuk ke depan. Namun pasar Dongko ini juga punya arti lain, Dagangan Orang Gang Kodir. Kreatif sekali 👍😍
So, buat yang suka olahan palawija silakan mampir ke pasar Dongko ya. Ada urap daun kenikir, bakwan krokot, cake bunga telang, bajigur, aneka rebusan, nasi timbel dan nasi tiwul. Asyik kali ya menikmatinya di bawah pohon rindang pinggir sungai.
Menurut Mbak Aling, pada masa pandemi aktivitas pasar Dongko sempat terhenti. Tak kurang akal, pasar Dongko menyediakan layanan antar kepada pelanggannya dengan menggunakan rantang isi ulang. Koq rantang? Yes, keunikan pasar Dongko memang tidak menyediakan plastik yang notabene bertentangan dengan pelestarian lingkungan.
2. Wisni Indarto
Wisni Indarto dari WDrupadi |
Lain lagi dengan Wisni. Berawal dari kecintaannya pada kebaya dan kain batik ia kemudian memadukan unsur klasik dengan nuansa modern. Setiap hari ia mengenakan kebaya kutubaru dengan paduan kain batik sebagai bawahannya serta sneakers untuk beraktivitas. Hal tersebut membuatnya kerap menerima bully-an dari orang.
Yup, kebaya dan kain batik jarik terkesan kolot dan kuno. Busana ini dulu kerap digunakan ibu saya semasa muda untuk pergi kondangan. Sementara mbah putri saya juga mengenakan kebaya kutubaru dan jarik untuk pakaian sehari-harinya.
Peragaan Busana Koleksi WDrupadi |
Bedanya, kalau jarik untuk acara resmi harus diwiron dulu ujung luarnya seperti kipas. Pemilihan bahan kebaya untuk acara resmi juga berbeda. Biasanya kebaya resmi dibuat dari bahan brokat atau bahan yang shining simmering splendid halagh 😄
Dan betul ya, tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Tujuh tahun konsisten mengenakan kebaya kutubaru dan jarik kini pakaian yang diproduksinya pun laris manis di pasaran lewat label WDrupadi. Pembelinya tak hanya dari dalam negeri saja, tapi sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, hingga Australia menjadi konsumennya.
Bagi mbak Wisni, batik adalah salah satu identitas bangsa yang harus dilestarikan dan dijaga. Ia sangat bangga bila perempuan Indonesia tidak gengsi mengenakan kebaya dan batik untuk dikenakan sehari-hari seperti dirinya. Apalagi bila dikenakannya ketika berada di negara asing.
Perbincangan hangat yang disiarkan secara live streaming di Youtube Rumah BUMN BNI, dihadiri saya dan teman-teman Blogger dan Bloggerpreneur yang merintis usaha rumahan.
Tercerahkan sekali ngabuburit kali ini. Banyak sekali insight yang saya dapatkan dari sosok mbak Aling dan mbak Wisni. Bahwa perempuan pun bisa berkontribusi pada lingkungan dan negaranya dari berbagai sektor.
Oh iya, acara ini diselenggarakan BNI bersama komunitas Ayo Naik Kelas dan Rumah BUMN BNI. Selain talkhow ada fashion show karya UMKM Wanita BNI WDrupadi milik Wisni Indarto serta alunan biola dari Raiguna Sonjaya.
Seru!!!!
Komentar
Posting Komentar