Kira-kira kalau kamu bertemu dengan penderita kusta atau mantan penderita kusta apakah kamu berani salaman dengannya?
Hampir sebagian besar orang memiliki rasa takut bersinggungan dengan penyakit ini. Minimnya informasi dan pengetahuan tentang penyakit ini justru membuat Indonesia Bebas Kusta masih jauh dari target. Yuk kita posisikan diri menjadi mereka. Penderita kusta dan mantan penderita kusta juga manusia. Mari hapus stigma dan diskriminasi yang menyertainya.
Ibarat lingkaran setan penyakit kusta masih menjadi PR tersendiri. Angkanya cukup tinggi sehingga menempatkan negara kita di urutan ke tiga dengan jumlah kusta terbanyak di dunia. Masih banyak masyarakat yang enggan berobat karena takut mendapat stigma dari lingkungannya. Padahal diagnosa dini justru menjadi kunci kesembuhan penyakit kusta. Lantas bagaimana mengatasinya?
Melalui webinar dan talkshow di youtube pada 14 April dan 19 April 2021 silam, KBR dan NLR sebagai penyelenggara menggandeng Kemenkes dan Media untuk bersama-sama dalam perannya memerangi kusta dan dan stigma serta diskriminasi yang menyertainya.
Proyek Suka
KBR merupakan akronim Kantor Berita Radio yang memproduksi podcast dan konten radio berbasis jurnalisme. Berjejaring dengan 500 radio di Indonesia KBR concern memberitakan isue-isue sensitif dan masyarakat terpinggirkan.
NLR merupakan organisasi non pemerintahan yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta.
Dalam perannya memerangi kusta dan stigma serta diskriminasi yang menyertai, KBR dan NLR bergandengan tangan meluncurkan Proyek Suka #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta. Melalui media diharapkan dapat mengedukasi masyarakat tentang kusta bagi publik.
Penyakit kusta adalah penyakit infeksi yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi serta saluran pernapasan. Penyebabnya berasal dari ludah atau dahak yang keluar dari penderitanya saat batuk atau bersin dalam waktu lama. Sebab itu penyakit yang merupakan penyakit menular ini tidak mudah menular. Hanya orang yang berdaya tahan tubuh lemah saja yang bisa tertular.
Soo buat teman-teman yang kuatir bersalaman atau duduk bersama dengan penderita kusta jangan takut. Ingat, butuh waktu lama bakteri berkembang biak di dalam tubuh penderita untuk menularkannya lagi ke orang lain. Bisa puluhan tahun inkubasinya.
Makanya dulu ketika zaman perang, orang yang menderita kusta harus diasingkan. Karena saat itu ilmu kedokteran belum memadai dan obatnya belum ditemukan maka cara mencegah penularannya dengan diasingkan. Dulu pun penyakit cacar juga diasingkan. Jadi salah besar kalau percaya bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan, sebagai azab yang mematikan bagi pendosa dan keturunannya hehehe...
Gejala kusta ditandai dengan adanya bercak di kulit yang menyerupai panu dan mati rasa di kulit. Karena menyerang syaraf maka penderita tidak mampu merasakan suhu, tekanan, sentuhan atau rasa sakit. Bahkan ketika muncul luka pun tidak sakit. Inilah yang dapat menyebabkan kecacatan seperti mata tidak bisa menutup bahkan sampai ada yang buta, jari memendek, tangan dan kaki kiting, kaki semper bahkan sampai putus.
Dokter Christina Widaningrum, M.Kes - Technical Advisor Program Leprosy Control dari NLR berpesan, bila ada bercak putih di kulit, walaupun tidak ada gejala apapun segera periksakan diri ke puskesmas. Semakin cepat ditangani maka semakin tinggi peluang kesembuhan dan mencegah penularan lebih luas dan meminimilasir kecacatan yang terjadi. Perlu diketahui, amat sangat jarang kasus kusta bisa kambuh.
Yaa boleh dibilang penyakit kusta adalah penyakit tidak mematikan namun ia bisa membuat penderita kehilangan segala-galanya. Bukan cerita aneh yang bikin hati teriris. Karena sakitnya itu dia kehilangan pekerjaan, keluarga bahkan sampai ada yang bercerai dan dikucilkan. Bayangkan bagaimana rasanya mendapat perlakuan seperti itu seumur hidupnya?
Dalam upaya menuju Indonesia bebas kusta tidak bisa mengandalkan peran Kemenkes semata. Butuh gerakan terpadu dari berbagai kalangan seperti NLR, KBR dan Media untuk memberikan informasi mengenai penyakit kusta kepada masyarakat. Dengan demikian diharapkan para penderita mau memeriksakan diri dan mendapat pengobatan yang tepat. Semoga saja dengan edukasi melalui informasi secara masif dapat menghilangkan stigma negatif tentang kusta dan diskriminasi terhadap penderita kusta.
Komentar
Posting Komentar